Jumat, 10 Juni 2016

Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia 10 - 15 Tahun Ke Depan

I. Kata Pengantar

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan penyertaan-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Ilmu Budaya Dasar ini. Makalah “Pendidikan Karakter Indonesia 10-15 Tahun ke depan” akan membahas tentang pendidikan karakter bangsa Indonesia terutama pada pemuda-pemuda generasi masa depan.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu jikalau ada pendapat atau kritik yang membangun sangat diharapkan. Sekian dari saya semoga bagi para pembaca makalah ini dapat menambahkan sedikit pengetahuan bagi pembaca, terimakasih.

II. Pendahuluan

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna untuk membentuk karakter.
Pada masa kini, banyak sekali tindak kekerasan yang terjadi. Pendidikan Karakter dibutuhkan bagi pada generasi muda sebagai kemampuan diri untuk menyerap maupun memahami apakah hal tersebut baik untuk diserap ataupun hal kurang baik yang berlu dihindari.

Dalam hubungannya dengan pendidikan karakter remaja di Indonesia, tentulah ini sangat bersifat fatal atau penting. Seorang individu yang sedang melakukan tindakan menyelusuri website atau sedang mencari – cari sesuatu sangat mudahlah terpengaruh oleh apa yang dia lihat.

III. Isi Dan Pembahasan

Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. 

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana,prasarana,dan,pembiayaan,dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.


Pentingnya Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. 

Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 kita dapat melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tersebut. Dikatakan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Lickona (1992) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya:

(1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral,
(2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama,
(3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan,
(4) masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab,
(5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat,
(6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain,
(7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik.
(8) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat.


Contoh Program Pendidikan karakter
 
A. Lingkungan Tempat Belajar


Pendidikan karakter dari lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah dan universitas sangatlah diperlukan, karena sekolah maupun universitas merupakan tempat para anak-anak maupun remaja dan pemuda memperoleh ilmu selain di tempat tinggalnya sendiri. Bahkan mereka termasuk bagian vital dari suatu bangsa yang menentukan masa depan dari bangsanya sendiri. Jika salah mendidik/membina, anak-anak yang belum mengerti banyak hal akan mengikuti didikan tersebut dengan sendirinya. Atau para remaja dan pemuda yang sedang mencari jati diri mereka, justru terjerumus kepada hal-hal yang kurang baik, bahkan menghancurkan dirinya sendiri.
Seperti contohnya kasus yang sering terjadi saat ini terjadi, yaitu kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah umur. Sebagai tindakan dari peristiwa tersebut, pemerintah sudah berusaha untuk memblokir situs-situs yang membuat anak-anak atau remaja memiliki keinginan melakukan perbuatan buruk tersebut. Tapi, tindakan tersebut tidaklah cukup. Anak-anak dan remaja sedini mungkin diberi didikan agar hal-hal tersebut tidak terjadi di generasi muda bangsa. Karena jika generasi-generasi muda memiliki dasar iman dan norma yang kokoh, maka hal-hal buruk seperti yang disebutkan tidak akan mudah terjadi, atau bahkan tidak akan terjadi jika metode penerapannya sangat baik bagi anak-anak dan remaja tersebut.

B. Lingkungan Keluarga dan Pribadi

  
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia, yaitu hubungan dengan diri sendiri, dengan lingkungan, dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya. 

Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya.
Membekali seseorang dengan fasilitas yang memadai dengan memberikan batasan dan arahan hal-hal mana saja yang baik untuk ditiru dan diikuti dan juga hal mana saja yang tidak patut untuk diserap.
 

Pada dasarnya di dunia yang sudah memasuki era globalisasi ini, sangat banyak sekali hal-hal yang masuk dan keluar dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal-hal tersebut tentunya bukan sepenuhnya hal-hal yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sebagai generasi muda yang baik, haruslah pandai-pandai dalam memilah dan memilih hal yang perlu diterima dan ditolak dari pribadi sendiri. Kebebasan komunikasi yang sedang dialami pada bangsa ini tentunya banyak membawa dampak positif yang menguntungkan bagi Indonesia seperti mendapat banyak mendapatkan informasi dari berbagai Negara yang dapat membantu meningkatkan wawasan serta pengetahuan bagi yang menerimanya, namun disamping hal-hal yang menguntungkan tersebut, banyak pula hal-hal yang membawa pengaruh negative ataupun hal yang dapat merugikan baik untuk tiap-tiap pribadi maupun untuk sekelompok orang. Maka dari itu, pendidikan karakter sangatlah diperlukan bagi setiap masing-masing pribadi yang menghadapi kebebasan komunikasi di era globalisasi ini.


2. Cara-Cara Untuk Menanamkan Pendidikan Karakter

 
Karakter bangsa yang kuat mesti dibangun dalam diri anak didik. Sebab karaktermenentukan lemah dan kuatnya seorang individu. “ Untuk membangun karakter anak didik, mesti didukung dengan inisiatif kritis dan memberikan waktu pada mereka yang mengemukakan ide-ide baru: ujar budayaman Frans Magnis Suseno dalam Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa di Jakarta.
Kementrian Pendidikan Nasioanal, menurut Frans magins, harus data menanamkan tiga nilai pada setiap anak didik. Yakni, kemampuan menyatukan nilai, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan mempunyai rasa peka terhadap orang lain.


Mendiknas, Mohammad Nuh menuturkan bahwa pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah pemikiran umum yang mempunyai derajat dan level tertentu. Cara-cara pengembangannya perlu penyusunan lebih lanjut sebelum ditanamkan kepada setiap siswa mulai dari TK hingga dewasa.
Kepala Pusat Kurikulum (Puskur) Kemendiknas, Diah Harianti, mengakui bahwa banyak mata ajar baru yang akan diluncurkan Kemendiknas, anatara lain perubahan iklim, pendididkan karakter dan budaya bangsa, serta pelajaran anti korupsi. Namun, dia menegaskan “ mata pelajaran baru harus punya penekanan yang jelas sehingga tidak memberatkan siswa.”
 

3. Pendidikan Karakter yang Integral
  
Pendidikan karakter hanya akan menjadi sekadar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasional kita. Bahkan, pendidikan karakter yang dipahami secara persial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak didik. Pendekatan persial yang tidak didasari pendekatan pedagogi yang kokoh alih-alih menanamkan nilai-nilai keutamaan dalam diri anak, malah akan menjerumuskan mereka pada perilaku kurang bermoral. Selama ini, jika kita berbicara tentang pendidikan karakter, yang kita bicarakan sesungguhnya adalah sebuah proses penanaman nilai yang sering kali dipahami secara sempit, hanya terbatas pada ruang kelas, dan sering kali pendekatan ini tidak didasari prinsip pedagogi pendidikan yang kokoh.

Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik (Elkind dan Sweet, 2005).
1.      Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru, dan masyarakat
2.      Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah
3.      Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik
4.      Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan persaingan
5.      Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas
6.      Siswa-siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan
7.      Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan hadiah dan hukuman
8.      Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalah
Sementara itu peran lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter mencakup (1) mengumpulkan guru, orangtua dan siswa bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan unsur-unsur karakter yang mereka ingin tekankan, (2) memberikan pelatihan bagi guru tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan dan budaya sekolah, (3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan masyarakat agar siswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting untuk keberhasilan di sekolah dan di kehidupannya, dan (4) memberikan kesempatan kepada kepala sekolah, guru, orangtua dan masyarakat untuk menjadi model prilaku sosial dan moral (US Department of Education).
Mengacu pada konsep pendekatan holistik dan dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, kita perlu meyakini bahwa proses pendidikan karakter tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) sehingga nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan pendidikan tertentu atau hanya muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat saja. Selain itu praktik-praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat formalitas, namun benar-benar tertanam dalam jiwa anak. 


4. Peran Pendidik dalam Membentuk Karakter SDM
 
Pendidik itu bisa guru, orangtua atau siapa saja, yang penting ia memiliki kepentingan untuk membentuk pribadi peserta didik atau anak. Peran pendidik pada intinya adalah sebagai masyarakat yang belajar dan bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) serta Azra (2006) menguraikan beberapa pemikiran tentang peran pendidik, di antaranya:
1.      Pendidik perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter
2.      Pendidik bertanggungjawab untuk menjadi model yang memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi siswa-siswanya. Artinya pendidik di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut.
3.      Pendidik perlu memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan
4.      Pendidik perlu melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter.
5.      Pendidik perlu menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.


Hal-hal lain yang pendidik dapat lakukan dalam implementasi pendidikan karakter (Djalil dan Megawangi, 2006) adalah: (1) pendidik perlu menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan partisipatif aktif siswa, (2) pendidik perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, (3) pendidik perlu memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, dan (4) pendidik perlu memperhatikan keunikan siswa masing-masing dalam menggunakan metode pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia. Agustian (2007) menambahkan bahwa pendidik perlu melatih dan membentuk karakter anak melalui pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.


Berdasarkan penjelasan di atas, saya mencoba mengkategorikan peran pendidik di setiap jenis lembaga pendidikan dalam membentuk karakter siswa. Dalam pendidikan formal dan non formal, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa dalam mendiskusikan materi pembelajaran, (2) harus menjadi contoh tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap, (3) harus mampu mendorong siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang variatif, (4) harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang saling menghormati dan bersahabat dengan siswanya, (5) harus mampu membantu dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa menjadi lebih bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan belajar soft skills yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan (6) harus menunjukkan rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa yang sulit tidak mudah putus asa.


Sementara dalam pendidikan informal seperti keluarga dan lingkungan, pendidik atau orangtua/tokoh masyarakat (1) harus menunjukkan nilai-nilai moralitas bagi anak-anaknya, (2) harus memiliki kedekatan emosional kepada anak dengan menunjukkan rasa kasih sayang, (3) harus memberikan lingkungan atau suasana yang kondusif bagi pengembangan karakter anak, dan (4) perlu mengajak anak-anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, misalnya dengan beribadah secara rutin.


Berangkat dengan upaya-upaya yang pendidik lakukan sebagaimana disebut di atas, diharapkan akan tumbuh dan berkembang karakter kepribadian yang memiliki kemampuan unggul di antaranya:
(1) karakter mandiri dan unggul,
(2) komitmen pada kemandirian dan kebebasan,
(3) konflik bukan potensi laten, melainkan situasi monumental dan lokal,
(4) signifikansi Bhinneka Tunggal Ika, dan
(5) mencegah agar stratifikasi sosial identik dengan perbedaan etnik dan agama (Jalal dan Supriadi, 2001: 49-50).



IV. Kesimpulan

Pembentukan Karakter harus ditanamkan mulai dari kecil, karena pembentukan karakter sangant penting dalam kehidupan manusia mau itu perempuan ataupun laki-laki. Banyak sekali cara-cara untuk membentuk karakter yang sudah dijelaskan makalah diatas, tinggal kita bagaimana menerapkannya itu dikehidupan sehari-hari kita.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan jika kita menyelepekan hal ini, tidak mustahil jika di masa depan bangsa kita hancur di tangan generasi muda kita sendiri.